Beberapa waktu lalu kita sudah mengenal Anxiety (baca juga: Apakah itu Penyakit Anxiety?) atau kecemasan adalah respons alami tubuh terhadap stres. Hal ini dapat muncul sebagai perasaan khawatir atau justru takut pada apa yang akan terjadi nanti. Misalnya, tentang hari pertama di sekolah, wawancara kerja, atau saat memberikan pidato yang dapat menyebabkan sebagian orang merasa gugup. Tapi tidak semua orang merasakan cemas apabila menghadapi situasi tersebut.
kali ini, kami mencoba menjelaskan beberapa jenis dari Anxiety atau kecemasan, berikut penjelasannya:
- Gangguan kecemasan menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).
Rasa kekhawatiran yang berlebihan tentang hal-hal yang belum tentu akan terjadi, atau terlalu mengkhawatirkan hal-hal sederhana seperti kesehatan, keselamatan, uang, dan aspek kehidupan sehari-hari lainnya yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih. Seringkali disertai nyeri otot, kelelahan, sakit kepala, mual, sesak napas, dan insomnia. Penderita gangguan ini merasa sulit untuk merasa rileks, selalu merasa tegang atau tidak nyaman, dan sulit atau bahkan tidak bisa berkonsentrasi. Gangguan-gangguan tersebut seringkali tidak diketahui dengan jelas penyebabnya namun kecemasan ini menetap dan mengganggu . - Fobia.
Fobia merupakan bagian dari anxiety yang menyebabkan ketakutan yang tidak rasional terhadap hal-hal atau situasi tertentu, seperti laba-laba, berada di keramaian, berada di ketinggian, atau berada di ruangan tertutup. Ketakutan terhadap situasi atau benda-benda yang umumnya tidak menimbulkan rasa takut bagi kebanyakan orang seperti eskalator, berada di dalam air, naik pesawat, atau terhadap warna atau angka tertentu merupakan tanda gejala fobia. Penderita fobia akan merasa ketakutan atau cemas yang berlebihan jika terpapar pada kondisi atau benda tersebut sehingga tak jarang menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari hanya untuk menghindari hal pencetus fobia tersebut. - Gangguan kecemasan sosial.
Gangguan ini juga disebut fobia sosial. Penderita gangguan ini memiliki kesadaran diri yang luar biasa meningkat dalam pertemuan sosial, karena merasa diawasi dan dinilai oleh orang lain, serta takut merasa malu terutama pada saat berada di keramaian. Hal ini dapat menimbulkan masalah apabila penderitanya bekerja di bidang yang mengharuskannya untuk berbicara di depan umum atau berhadapan dengan khalayak ramai. - Gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Gangguan ini dapat muncul pada seseorang yang pernah mengalami kejadian atau berada di situasi berbahaya, tragis, atau traumatis yang dapat mengancam nyawa. Penderita PTSD seringkali merasa takut atau merasa seperti melihat kilas balik pada keadaan yang mencetuskan timbulnya gangguan. Gangguan ini bisa diderita oleh orang yang pernah tinggal di daerah konflik atau perang, terkena bencana alam, atau korban kekerasan. Keadaan yang mencetuskan keluhan ini seringkali muncul dalam ingatan dan kadang dalam bentuk mimpi. Penderita gangguan ini juga tidak jarang mengalami depresi, insomnia, hingga penyalahgunaan obat atau minuman beralkohol untuk mengatasi gangguannya. - Gangguan panik.
Adanya perasaan takut atau panik yang berulang dan tidak beralasan. Disertai dengan detak jantung yang cepat, berkeringat, pusing, dan merasa lemah. Gangguan ini dapat muncul kapan saja dan mendadak. Orang dengan gangguan panik tidak dapat memprediksi kapan gangguan tersebut akan muncul atau apa pencetusnya. Keluhan ini banyak menyebabkan disabilitas sosial bahkan fisik karena penderitanya akan merasa takut jika serangan panik ini muncul. - Gangguan obsesif atau kompulsif (OCD).
Gangguan ini memiliki ciri khas pikiran obsesif, seperti rasa ketakutan yang tidak masuk akal, dan disertai dengan tindakan kompulsif. Contohnya mencuci tangan berulang kali untuk meringankan rasa cemas karena merasa kotor yang dihasilkan oleh pikiran. Pikiran ini sulit dikendalikan dan bersifat menetap dan berulang sehingga menimbulkan gangguan aktivitas atau perilaku yang dianggap aneh oleh orang lain. Beberapa kasus ekstrim yang diderita oleh penderita OCD yaitu mengunci pintu dan kemudian memeriksanya kembali hingga berkali-kali untuk memastikan bahwa pintu telah terkunci. Perilaku obsesif-kompulsif ini dapat menyebabkan penderitanya terlambat bekerja atau kadang tidak beraktivitas sama sekali karena merasa cemas berlebih jika dorongan untuk melakukan tindakan tersebut tidak diikuti. - (Baca Juga: Mengenal Anxiety)
Perlu diingat, gangguan kecemasan adalah gangguan mental yang sering menimbulkan disabilitas bagi penderitanya. Gangguan kecemasan tak jarang menyebabkan depresi, ide bunuh diri untuk menghindari rasa cemas berlebih, pikiran irasional, hingga penyalahgunaan obat atau minuman beralkohol untuk menghilangkan gejala. Gejala cemas disertai adanya gangguan persepsi atau paham, mood, keluhan menetap dan semakin berat tanpa sebab yang jelas adalah kondisi yang perlu segera ditangani.
Penanganan yang dapat dilakukan yaitu psikoterapi dengan salah satu metodenya yaitu CBT atau terapi perilaku kognitif, terapi relaksasi, dan perpaduan antara psikoterapi dan obat-obatan anxiolytic seperti obat penenang atau penghilang rasa cemas. Penggunaan obat-obatan penenang harus dengan resep dan pengawasan dokter. Jika disalahgunakan, obat-obatan tersebut dapat menimbulkan keluhan atau gangguan perilaku lain yang dapat memperberat gangguan yang sudah dialami. Oleh karena itu, penanganan terhadap kondisi-kondisi tersebut adalah penanganan yang perlu dilakukan oleh tim ahli.
Jika Anda mengalami kecemasan atau anxiety, perubahan gaya hidup tertentu dapat meringankan gejala yang ditimbulkannya. Beberapa teknik untuk mengurangi kecemasan meliputi makan makanan bergizi seimbang dan sehat, membatasi konsumsi kafein dan alkohol, cukup tidur, bermeditasi, latihan pernapasan, berolahraga secara teratur, menulis catatan harian atau diary, mengenali beberapa faktor yang memicu stres/kecemasan Anda, dan berbicara dengan teman. Jadikanlah faktor pencetus rasa cemas sebagai hal yang positif agar Anda termotivasi untuk bekerja lebih baik atau memperbaiki diri. Jika faktor pencetus telah teratasi dan rasa cemas menetap atau justru semakin berat, maka Anda perlu berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.